Post Page Advertisement [Top]

PENDIDIKAN

ANTROPOLOGI PENDIDIKAN



1.      Pengertian Landasan Antropologi
Antropologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu dari kata ”antrophos” berarti manusia, dan “logos” berarti ilmu. Antropologi mempelajari manusia sebagai makhluk biologis sekaligus makhluk sosial. Antropologi memiliki dua sisi holistik dimana meneliti manusia pada tiap waktu dan tiap dimensi kemanusiaannya. Arus utama inilah yang secara tradisional memisahkan antropologi dari disiplin ilmu kemanusiaan lainnya yang menekankan pada perbanding atau perbedaan budaya antar manusia. Walaupun begitu sisi ini banyak diperdebatkan dan manjadi kontroversi sehingga metode antropologi sekarang sering kali dilakukan pada pemusatan penelitian pada penduduk yang merupakan masyarakat tunggal, tunggal dalam arti kesatuan masyarakat yang tinggal daerah yang sama.
Antropologi adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari tentang budaya masyarakat suatu etnis tertentu. Antropologi lahir atau muncul berawal dari ketertarikan orang-orang Eropa yang melihat ciri-ciri fisik, adat istiadat, budaya yang berbeda dari apa yang dikenal di Eropa. Terbentuklah ilmu antropologi dengan melalui beberapa fase.
Antropologi secara garis besar dipecah menjadi 2 bagian yaitu antropologi fisik/biologi dan antropologi budaya. Tetapi dalam pecahan antropologi budaya, terpecah – pecah lagi menjadi banyak sehingga menjadi spesialisasi – spesialisasi, termasuk antropologi pendidikan. Seperti halnya kajian antropologi pada umumnya antropologi pendidikan berusaha menyusun generalisasi yang bermanfaat tentang manusia dan perilakunya dalam rangka memperoleh pengertian yang lengkap tentang keanekaragaman manusia khususnya dalam dunia pendidikan.
https://bahrurrosyididuraisy.wordpress.com/research/antropologi-pendidikan/
2.     PERAN ANTROPOLOGI PENDIDIKAN DALAM MENGEMBANGKAN KURIKULUM UNTUK MENGHASILKAN PENDIDIKAN YANG BERMUTU
A. Pengertian 
i.   Pendidikan
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran atau pelatihan agar peserta didik secara aktif dapat mengembangkan potensi dirinya supaya memiliki kekuatan spiritual keagamaan, emosional, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
ii.   Antropologi Pendidikan
Antropologi adalah studi ilmiah manusia dan banyak budaya yang berbeda-beda. Antropologi pendidikan adalah cara memeriksa sistem pendidikan dari sudut pandang antropolog budaya.
iii.  Kurikulum
Dalam perspektif kebijakan pendidikab nasional sebagaimana dapat dilihat dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 menyatakan bahwa: “Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”
B. Pendidikan Bermutu
Pendidikan bermutu adalah pendidikan yang dapat  mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Serta mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada tuhan yang maha esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. pendidikan yang mengandung tiga proses, yaitu mendengarkan, memperhatikan, dan melakukan. 
C. Strategi Peningkatan Pendidikan Bermutu
Misi guru dalam melaksanakan pendidikan berubah dari menciptakan lulusan hanya untuk dunia industri menjadi lulusan yang siap untuk menghadapi pekerjaan yang mengutamakan kemampuan berpikir tingkat tinggi. Hal ini berarti bahwa guru diharuskan mampu untuk mempersiapkan seluruh siswa agar memiliki kemampuan berpikir yang meliputi kemampuan menemukan masalah, menemukan, mengintegrasikan, dan mensintesis informasi, menciptakan solusi baru, dan menciptakan kemampuan siswa dalam hal belajar mandiri dan bekerja dalam kelompok.
Selama ini para peserta didik dalam belajar selalu disuapi dan diharuskan untuk menghapal pelajaran tanpa diberi kesempatan untuk mengembangkan kemampuan dalam dirinya. Keterpurukan pendidikan bangsa kita saat ini masih dapat diperbaiki dengan berbagai macam cara yang tentunya harus ada dukungan positif dari berbagai pihak. Baik itu dari pihak yang paling kecil sampai ke pihak yang lebih besar, seperti keluarga, lingkungan sekitar sampai dukungan dari pemerintah. Beberapa contoh peningkatan kualitas pendidikan diantaranya adalah:
1. Membangun Sinergi Antar Pelajaran (integrated-curriculum)
Proses penanaman nilai-nilai akhlak atau budi pekerti di sekolah dasar hingga sekolah menengah akan berjalan efektif jika ada korelasitas (saling berhubungan), koneksitas (saling menyapa) dan hubungan sinergis antara pendidikan agama dengan mata pelajaran lainnya. Ini berarti nilai-nilai akhlak atau budi pekerti tidak harus dibingkai dalam wadah pelajaran Pendidikan Agama maupun PPKn, namun dapat juga diintegrasikan ke dalam mata pelajaran lain seperti Bahasa Indonesia, kesenian, olah raga dan lain-lain dengan penekanan, ruang lingkup dan muatan yang lebih mendalam. 
2.  Mencengah Dampak Negatif
TV swasta sangat diharapkan akan memberikan pencerahan budaya sekaligus pencerdasan melalui sajian informasi yang disampaikan secara tajam, objektif, dan akurat. Namun tak dapat diingkari kehadiran beberapa TV swasta baru semakin mempertajam tingkat kompetisi bisnis pertelevisian di Indonesia. Sebagai konsekuensinya, para awak TV swasta yang ada, baik pemain lama atau baru harus memutar otak untuk memilih strategi jitu dalam menggaet pemirsa. Logikanya, jika mereka berhasil merebut simpati penonton secara luas maka sejumlah iklan akan masuk.
Yang menjadi keprihatinan kita, ternyata sebagian TV swasta memiliki strategi yang kurang tepat untuk menggaet penonton, diantaranya lewat eksploitasi setidak-tidaknya tampak dalam tiga hal. Pertama, dalam pemilihan judul sinetron remaja sering kali kelihatan terlalu vulgar, menantang, mengandung unsur pornografi. Kedua, pemilihan aktris yang kebanyakan anak-anak dan remaja belia. Ketiga, jenis peran yang dilakoninnya kurang berakar pada budaya pergaulan masyarakat Indonesia dan bahkan kadang kurang sesuai dengan tingkat kematangan psikologis dan umur pemerannya.
D. Kurikulum dalam Budaya Masa Kini
Budaya sekolah memiliki bentuk-bentuk budaya tertentu dan salah satunya adalah bentuk budaya guru yang menggambarkan tentang karakeristik pola-pola hubungan guru di sekolah. Hargreaves (1992) telah mengidentifikasi lima bentuk budaya guru, yaitu :
1.    Individualism. Budaya dalam bentuk ini ditandai dengan adanya sebagian besar guru bekerja secara sendiri-sendiri (soliter), mereka menjadi tersisolasi dalam ruang kelasnya, dan hanya sedikit kolaborasi, sehingga kesempatan pengembangan profesi melalui diskusi atau sharing dengan yang lain menjadi sangat terbatas.
2.    Balkanization. Bentuk budaya yang kedua ini ditandai dengan adanya sub-sub kelompok secara terpisah yang cenderung saling bersaing dan lebih mementingkan kelompoknya daripada mementingkan sekolah secara keseluruhan. Misalnya, hadirnya kelompok guru senior dan guru junior atau kelompok-kelompok guru berdasarkan mata pelajaran. Pada budaya ini, komunikasi jarang terjadi dan kurang adanya kesinambungan dalam memantau perkembangan perilaku siswa, bahkan cenderung mengabaikannya
3.    Contrived Collegiality. Bentuk budaya yang ketiga ini sudah terjadi kolaborasi yang ditentukan oleh manajemen, misalnya menentukan prosedur perencanaan bersama, konsultasi dan pengambilan keputusan, serta pandangan tentang hasil-hasil yang diharapkan. Bentuk budaya ini sangat bermanfaat untuk masa-masa awal dalam membangun hubungan kolaboratif para guru. Kendati demikian, pada buaya ini belum bisa menjamin ketercapaian hasil, karena untuk membangun budaya kolaboratif memang tidak bisa melalui paksaan.
4.    Collaboration. Pada budaya inilah guru dapat memilih secara bebas dan saling mendukung dengan didasari saling percaya dan keterbukaan. Dalam budaya kolaboratif terdapat saling keterpaduan (intermixing) antara kehidupan pribadi dengan tugas-tugas profesional, saling menghargai, dan adanya toleransi atas perbedaan. Moving Mosaic. Pada model ini sekolah sudah menunjukkan karakteristik seperti apa yang disampaikan oleh Senge (1990) tentang “learning organisation”. Para guru sangat fleksibel dan adaptif, semua guru mengambil peran, bekerja secara kolaboratif dan reflektif, serta memiliki komitmen untuk melakukan perbaikan secara berkesinambungan.
E. Kurikulum untuk Suatu Kebudayaan yang Berubah
Kurikulum tidak dapat berubah terlalu banyak, karena perubahan yang terlalu radikal akan melemahkan hubungan antara berbagai kelompok umur yang dididik dengan mata kajian/mata pelajaran yang berbeda. Sekarang satu dari kekuatan utama yang mendorong perubahan kebudayaan dan selanjutnya mendorong perubahan kurikulum adalah sain dan penggunaannya dalam teknologi. Sekolah sekarang mesti mendidik siswa-siswanya sehingga mereka dapat menyesuaikan diri terhadap kejadian-kejadian di masa depan yang tidak dapat diramalkan yang pasti akan terjadi dalam masa hidup meraka. Sebagaimana dikatakan Margaret Mead, ”Tidak seorangpun akan menjalani semua kehidupannya di dunia seperti waktu ia dilahirkan, dan tidak seorangpun akan mati di dunia seperti waktu ia bekerja ketika ia dewasa”.
 1. Kurikulum Menurut Kaum Progresif
Para pendidik progresif mempertahankan bahwa untuk menyesuaikan pendidikan dengan umum dan khusus kepada kebudayaan masa kini. Dari pendidikan umum siswa-siswa harus mendapatkan latihan intelektual dan pengetahuan dasar yang diperlukan mereka umtuk mengerti keadaan sekarang dan perubahan-perubahan masa depan. Dari kurikulum umum, dia harus memperoleh hirarki nilai-nilai, tidak absolut tetapi agak terbuka terhadap revisi-revisi, berdasarkan hirarki ini dia akan dapat memutuskan apakah akan menerima baik, menyetujui, atau menolak perubahan tertentu. Umpamanya, dia harus membentuk standarnya sendiri tentang moralitas umum dan pribadinya sendiri. Jika kedua jenis kurikulum berhubungan dengan kebudayaan masa kini, tapi dari titik pandang yang berbeda, siswa-siswa akan belajar bagaimana menilai berbagai situasi budaya pada waktu bersamaan sehingga dia belajar teknik-teknik bagaimana mengambil keputusan.

Usul golongan progresif ialah dengan menggunakan pendekatan sekolah dasar yang lebih umum sampai ke tingkat lanjutan melalui penggunaan kurikulum inti dalam pendidikan umum. Theodore Brameld, telah mengusulkan, bahwa kurikulum harus difokuskan kepada hubungan-hubungan manusia dalam tiga bidang budaya yaitu yang pertama famili, sex, dan hubungan orang demi orang. Yang kedua, agama, kelas, kasta, dan kelompok-kelompok status, dan yang ketiga, kawasan daerah, bangsa-bangsa dan sistem-sistem dan keseluruhan kebudayaan. Jika sebuah program harus lebih terintegrasi daripada kurikulum akademis tradisional, program tersebut harus memadukan elemen-elemen yang beragam dalam bentuk konfigurasi yang luas dari kebudayaan.

  2.  Kurikulum Menurut Kaum Konservatif
Para pendidik konservatif mempertahankan bahwa dalam masa-masa perubahan yanag cepat pendidikan harus bertindak sebagai kekuatan yang menstabilkan. Menurut kaum konservatif, kekacauan yang ada dalam kebudayaan kita tidak dapat menjadi alasan untuk membingungkan anak-anak. Makin cepat tingkat perubahan, anak-anak semakin memerlukan sejumlah pengetahuan dan prinsip-prinsip yang secara radikal tidak perlu berubah, betapa banyakpun dia ditambah atau disaring.

Menyelaraskan anak terhadap perubahan dengan menggunakan sebuah fokus pada masalah-masalah masa kini mempunyai kelemahan–kelemahan antara lain hal tersebut bersifat selektis, menguntungkan kurikulum pada keadaan kebudayaan dan bukan para prinsip-prinsip bagi menentukan apa yang berharga dipelajari dari kebudayaan. Akhirnya dengan menjadikan sekolah sebagai ”sebuah forum bagi diskusi isu-isu masa kini”, sekolah akan membuka dirinya bagi tekanan-tekanan kelompok-kelompok kepentingan yang bersaingan.

Fungsi sekolah yang sebenarnya adalah untuk menolong orang muda untuk sementara berdiri terpisah dari sebuah komplek masalah ketika ia menganalisanya dan menyusun strategi untuk menghadapi berbagai elemen-elemennya. Mereka membagi-bagi masalah hidup yang ada menjadi problem-problem yang terpisah-pisah yang dapat diselesaikan oleh metode-metode khusus yang tepat. Pengikut konservatif percaya bahwa pendidikan harus melalui tahap-tahap yang berbeda.





F. Pengaruh Antropologi Pendidikan terhadap Pendidikan yang Bermutu
Mutu dan relevansi pendidikan memang masalah terbesar pendidikan indonesia. Lamanya waktu belajar tidak serta merta akan membuat seseorang memahami apa yang telah dipelajarinya.
Manusia merupakan makhluk yang sangat kreatif dalam segala hal dan memiliki pemikiran serta tingkah laku yang senantiasa dilakukan dalam rangka mencapai tujuan yang diinginkannya. Oleh karena itu, antropologi  manusia atau kebiasaan manusia yang baik akan sangat memberikan pengaruh yang positif terhadap peningkatan mutu pendidikan di Indonesia khususnya.

G. KESIMPULAN
Tujuan pendidikan sejati tidaklah hanya mengisi ruang-ruang imajinasi dan intelektual anak, mengasah kepekaan sosialnya, ataupun memperkenalkan mereka pada aspek kecerdasan emosi, tapi lebih kepada mempersiapkan mereka untuk mengenal Tuhan dan sesama untuk pencapaian yang lebih besar bagi kekekalan.
Berhasil tidaknya pelaksanaan kurikulum sangat bergantung pada guru, sebab di tangan gurulah kompetensi minimal yang telah ditetapkan harus dijabarkan ke dalam bentuk silabus dan bahan ajar. Kurikulum yang dilaksanakan di sekolah berpengaruh pada intelegensi siswanya, jadi apabila kurikulum di suatu lembaga pendidikan sesuai dengan keadaan siswa, lingkungan sekitar dan segala aspek yang terkait, maka minimal siswa-siswanya akan menjadi lebih kritis dalam menghadapi suatu masalah dan pendidikan di sekolah tersebut juga akan lebih bermutu.
Peran antropologi dalam mengembangkan kurikulum untuk menghasilkan pendidikan yang bermutu seperti misalnya di dalam keluarga anak diajarkan atau dijelaskan ketika ingin pergi hendaknya bersalaman atau izin terlebih dahulu dengan orangtua, disini peran antropologi sudah terlihat dengan memberikan penjelasan tentang kebiasaan yang positif kepada anak. Disekolah dalam pelajaran agama seorang guru mengajarkan kepada siswanya tentang sopan santun terhadap orangtua salah satu contohnya yaitu bersalaman dengan orangtua ketika ingin berangkat sekolah. Di kehidupan sehari-hari anak sudah mulai terbiasa bersalaman dan meminta izin ketika ia ingin pergi. Disini terlihat pendidikan yang bermutu yaitu mendengarkan, memperhatikan, dan melakukan.
http://ignarest.blogspot.co.id/2012/03/peran-antropologi-pendidikan-dalam.html

A.Hubungan Antara Sosiologi Pendidikan Dan Antropologi Pendidikan
Objek kajian sosiologi adalah masyarakat, dan kita juga tahu masyarakat pasti berkebudayaan,namun perlu diingat antara masyarakat dan kebudayaan tidak sama,namun memiliki hubungan yang erat.Dalam hal ini masyarakat menjadi kajian pokok sosiologi,dan kebudayaan menjadi kajian pokok antropologi.
Hal ini disebabkan hubungan erat antara masyarakat dan kebudayaan dan masyarakat diibaratkan semut dan lebah masyarakat,tetapi tidak berkebudayaan,sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa masyarakat lebih mendasar dan merupakan tanah dimana kebudayaan itu tumbuh.Kebudayaan selalu bertumbuh atau bercorak sesuai dengan masyarakatnya.
Masyarakat berhubungan dengan susunan dan proses hubungan antara manusia dan golongan,kebudayaan berhubungan dengan isi corak dengan hubungan yang ada.Karena itu,keduanya baik masyarakat dan kebudayaan penting bagi sosiologi dan antropologi.Hanya saja,penekanan antara keduanya berbeda.
Kedua spesialisasi ini sering digabungkan menjadi satu bagian.Adapun bidang yang menjadi bahan kajian meliputi hal-hal berikut :
1.Sejarah terjadinya dan perkembangan manusia sebagai makhluk biologis.
2.Sejarah terjadinya berbagai bahasa manusia diseluruh dunia dan penyebaranya.
3.Maslah terjadinya persebaran dan perkembangan berbagai kehidupan diseluruh dunia.
4.Masalah dasar kebudayaan dalam kehidupan manusia dari suku-suku bangsa yang tersebar dimuka bumi sampai sekarang.
      Sedangkan antropolog memandang bahwa manusia itu figur yang hidup ada pada lingkungan,serta figur yang cendrung melawan lingkungan,ia selalu berbeda dalam lingkungan sebagai variabel abadi,bisa diprediksi hanya dalam batas manusia itu sendiri,mudah diketahui hanya dalam sebuah seri virtual tanpa batas.
\
Imran Manan,Definisi Sosio- Antropologi Pendidikan,yang diambil dari artikel, http://Izamzami.multiply.com/reviews/item/s
    
     Sementara itu, sosiolog  lebih menilai manusia secara objektif,tidak melibatkan perasaan dan reaksinya.Antropologi budaya seringkali memusatkan perhatian untuk memahami manusia melalui perasaan dan reaksinya,manusia sebagai lazimnya manusia,bukan sebagai objek.
Adapun persamaan antara sosiologi dan antropologi,yaitu sama-sama bertujuan untuk mencapai pengertian tentang azas-azas hidup masyarakat dan manusia pada umumnya.Sedangkan perbedaanya sebagai berikut :
1.Asal mula dan sejarah perkembanganya yang berbeda.
2.Perbedaan pengkhususan pokok dan penelitian.
3.Memiliki metode dan masalah yang khusus.
a.Hubungan antar manusia di dalam sekolah
Lingkup ini lebih condong menganlisis struktur sosial di dalam sekolah yang memiliki karakter berbeda dengan sosial didalam masyarakat luar sekolah, antara lain yaitu :
a. Hakekat kebudayaan sekolah sejauh ada perbedaanya dengan kebudayaan diluar sekolah.
b. Pola interaksi sosial dan struktur masyarakat sekolah
b.Pengaruh sekolah terhadap perilaku dan keperibadian semua pihak disekolah / lembaga pendidikan.
a. Peranan sosial guru-guru / tenaga pendidikan
b. Hakikat kepribadian guru
c. Pengaruh kepribadian guru terhadap kelakuan anak atau peserta didik
d. Fungsi sekolah atau lembaga pendidikan dalam sosialisasi murid / peserta didik.
c.Lembaga pendidikan dalam masyarakat
Disini dianalisis pola-pola interaksi antara sekolah / lembaga pendidikan dengan kelompok sosial lainnya dalam masyarakat disekitaranya sekolah / lembaga pendidikan.

Imran Manan,Definisi Sosio- Antropologi Pendidikan,yang diambil dari artikel, http://Izamzami.multiply.com/reviews/item/s
Hal yang termasuk dalam wilayah itu antara lain yaitu :
a. Pengaruh masyarakat atas organisasi sekolah / lembaga pendidikan.
b. Analisa proses pendidikan yang terdapat dalam sistem-sistem sosial dalam masyarakat luar sekolah
c. Hubungan antara sekolah dan masyarakat dalam pelaksanaan pendidikan.
B. Peranan Sosiologi Antropologi Terhadap Dunia Pendidikan
     Dalam pengertian sederhana, sosiologi antropologi pendidikan analisis-analisis ilmiah tentang proses interaksi sosial yang terkait dengan aktivitas pendididkan baik dari lingkup keluarga, kehidupan sosial masyarakat. Sehingga dari sini bisa didapat sebuah gambaran bawa membedah tubuh pendidikan kita menjadi perlu untuk dibahas agar proses-proses pengajaran tidak bisa kearah yang kurang relevan dengan kebutuhan bangsa.
Disini lain, jika perhatian kita tertuju pada lembaran sejarah perkembangan pendidikan masyarakat Indonesia. Produk kemajuan sosial, meningkatnya tarap hidup rakyat, akselerasi perkembangan itu pengetahuan dan penerapan inovasi teknologi merupakan bagian dari prestasi gemilang hasil jerih payah lembaga pendidikan kita alam upaya memajukan kehidupan bengsa Indonesia.
a. Sekolah Sebagai Organisasi
Tempo dulu masyarakat sederhana belum mengenal lembaga-lembaga resmi yang mengatur penyaluran kebutuhan-kebutuhan hidup mereka. Contohnya masyarakat Indian yang tidak perlu meminta bantuan lembaga sekolah untuk mengajarkan kepandaian memanah kepada generasi penerusnya. Bagi mereka cukup dengan uluran tangan dari para ayah dan saudara taunya maka bisa dipastikan hampir seluruh remaja-remaja muda mampu menguasai teknik memanah dari tingkat dasar sampai kategori mahir. (Herton dan Hunt, 1999). Seiring dengan bergulirnya roda sejarah kehidupan, maka prestasi pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh manusia semakin menjadi kompleks. Sehingga pada fase inilah konsep pengetahuan dan kemampuan-kemampuan gemilangnya telah menjadi penentu arah kehidupan dimasa yang akan datang.

Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi Jakarta, Rineke Cipta, 2009.
b. Kelas Sebagai Suatu Sistem Sosial
 Dari sudut sosiologi beberapa pendekatan telah digunakan sebagai alat analisa untuk mengamati proses-proses yang terjadi diruang kelas.Dimulai dari pengamatan person yang mengetengahkan argumentasi ilmiahnya tentang kelas sebagai suatu sistem sosial. Berkatian dengan fungsi sekolah maka kelas merupakan kepanjangan dari proses sosialisasi anak dilingkungan keluarga maupun masyarakat.
c. Lingkungan Eksternal Sekolah
     Kita tahu bahwa sekolah bernaung dalam suatu wilayah eksternal yang dihuni oleh kumpulan manusia bernama masyarakat gejala timbal balik baik dari sekolah kepada masyarakat merupakan sebaiknya merupakan realitas keseharian yang akan selalu terjadi. Keberadaan sekolah dilingkungan masyarakat kota akan jelas mempengaruhi orientasi pendidikan tersebut dibanding dengan sekolah yang terletak dilereng gunung. Baik dari segi kualitas peserta didik, maupun kompleksitas kegiatan yang terjual pada kegiatan-kegiatan akademik disekolah. Tentunya tidak mungkin sekolah yang berada dilereng gunung mengembangkan ektrakulikuler yang luar biasa padat dan wajib, diikuti oleh seluruh siswa.
 d. Siklus Belajar Individu Di Masyarakat
    Secara singkat pendidikan merupakan produk dari masyarakat, karena apabila kita sadari dari pendidikan sebagai proses tranmisi pengetahuan, sikap, kepercayaan, keterampilan dan aspek-aspek kelakuan lainnya kepada generasi muda maka seluruh upaya tersebut dilakukan sepenuhnya oleh kekuatan-kekuatan masyarakat. Hampir segala sesuatu yang kita pelajari merupakan hasil hubungan kita dengan orang lain baik dirumah, sekolah, tempat permainan, pekerjaan dan sebaginya. Wajar pula apabila segala sesuatu yang yang kita ketahui adalah hasil hubungan timbal balik yang ternyata sudah sedemikian rupa dibentuk oleh masyarakat kita.Bagi masyarakat sendiri hakekat pendidikan sangat bermanfaat bagi kelangsungan dan proses kemajuan hidupnya. Maka kepada anggota mudanya harus diteruskan nilai-nilai pengetahuan, keterampilan dan bentuk tata perilaku lainnya yang diharapkan akan dimiliki oleh setiap anggota masyarakat dengan demikian pendidikan dapat diartikan sebagai proses sosialisasi.

Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi Jakarta, Rineke Cipta, 2009.

C.PENUTUP
Kesimpulan
     Sosiologi antropologi pendidikan memandang masalah-masalah pendidikan dari sudut totalitas lingkup sosial kebudayan, politik dan ekonomi bagi masyarakat, apabila psikologi pendidikan memandang gejala pendidikan dari konteks perilaku dan perkembangan pribadi, maka sosiologi antropologi pendidikan memandang gejala pendidikan sebagai bagian dari  struktur sosial masyarakat.
     Objek penelitian sosiologi antropoogi pendidikan adalah tingkah laku sosial, yaitu tingkah laku manusia dan institusi sosial yang terkait dengan pendidikan baik dari lingkup keluarga, kehidupan sosial masyarakat sehingga dari sini bisa didapat sebuah gambaran bahwa membedah tubuh pendidikan kita menjadi perlu untuk dibahas agar proses-proses pengajaran tidak bisa kearah yang kurang relevan dengan kebutuhan bangsa.

FILSAFAT PENDIDIKAN DALAM KAJIAN PSIKOLOGI


Orientasi psikologi yang mempengaruhi filsafat pendidikan diantaranya ada tiga hal, yakni psikologi humanistik, behaviouristik, dan konstruktivistik.Pendekatan empiris berdasarkan pengkajian asosiasi dalam psikologi behavioristik yang secara umum mengikuti pendapat para filsuf inggris dan juga konsep locke tentang kepasifan mental yang bermakna bahwa isi pikiran bergantung pada lingkungan.
Psikologi humanistik merupakan suatu pendekatan multifaset terhadap pengalaman dan tingkah laku manusia yang memusatkan perhatian pada keunikan dan aktualisasi diri manusia. Sedangkan, Psikologi konstruktivistik selalu terfokus pada proses-proses pembelajaran bukannya pada perilaku belajar. Kaum konstruktivistik mempergunakan Proses-proses dan strategi-strategi mental yang digunakan para siswa untuk belajar.
Teori-teori psikologis merupakan pandangan-pandangan dunia yang komprehensif yang berfungsi sebagai basis bagi guru dalam pendekatan praktek pengajaran. Orientasi-orientasi pengajaran pada pokoknya berhubungan dengan pemahaman kondisi-kondisi yang diasosiakan dengan pengajaran efektif. Dengan kata lain, apa yang memotivasi siswa untuk belajar,dan Lingkungan-lingkungan apa yang kondusif untuk belajar. Diantara orientasi-orientasi psikologis yang telah mempengaruhi filsafat pengajaran adalah psikologi humanistik, behavioristik, dan konstruktivistik.
1. Psikologi Humanistik
Humanistik adalah alliran dalam psikologi yang muncul pada tahun 1950, sebagai reaksi terhadap behaviourisme dan psikoanalisis. Aliran ini secara eksplisit memberikan perhatian pada dimensi manusia dari psikologi dan konteks manusia dalam pengembangan teori psikologis. Pendekatan humanistik ini mempunyai akar pada pemikiran eksistensialisme dengan tokoh-tokohnya seperti Kierkegaard, Nietzsche, Heidegger, dan Sartre.
Psikologi humanistik menekankan kepada kebebasan personal, pilihan, kepekaan, dan tanggung jawab personal. Psikologi humanisme juga memfokuskan pada prestasi, motivasi, perasaan, tindakan, dan kebutuhan akan umat manusia. Tujuan pendidikan, menurut orientasi ini, adalah aktualisasi diri individual.



Psikologi humanistik dapat dimengerti dari tiga ciri utama, yaitu :
1. Psikologi humanistik menawarkan satu nilai yang baru sebagai pendekatan untuk memahami sifat dan keadaan manusia
2. Psikologi humanistik menawarkan pengetahuan yang luas akan kaedah penyelidikan dalam bidang tingkah laku manusia
3. psikologi humanistik menawarkan metode yang lebih luas akan kaedah-kaedah yang lebih efektif dalam pelaksanaan psikoterapi.
Teori-teori belajar dari Psikologi Humanistik
Orientasi perhatian psikologi humanistik yang terutama tertuju pada masalah bagaimana tiap-tiap individu dipengaruhi dan dibimbing oleh maksud-maksud pribadi yang mereka hubungkan kepada pengalaman-pengalaman mereka sendiri. Tujuan utama pendidik ialah membantu siswa untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantunya dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada pada diri mereka sendiri.
Tokoh-tokoh pencetus dalam aliran humanistik antara lain : Combs, Maslov, dan Rogers. Berikut beberapa pandangan mereka mengenai teori belajar psikologi humanistik. Combs menyatakan apabila kita ingin memahami perilaku orang, maka kita harus mencoba memahami dunia persepsi orang itu. Selanjutnya Combs mengatakan bahwa perilaku buruk itu sesungguhnya tak lain hanyalah dari ketidakmauan seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak akan memberikan kepuasan baginya.
Maslov menyatakan bahwa teori belajar psikologi humanistik didasarkan atas asumsi bahwa di dalam diri kita ada dua hal, yakni : 
1.  Suatu usaha yang positif untuk berkembang
2. Kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan itu. Pada diri masing-masing orang mempunyai berbagai perasaan takut seperti rasa takut untuk berusaha atau berkembang, takut untuk mengambil kesempatan, takut membahayakan apa yang sudah ia miliki dan sebagainya. Tetapi mendorong untuk maju ke arah keutuhan, keunikan diri, ke arah berfungsinyasemua kemampuan, ke arah kepercayaan diri menghadapi dunia luar dan pada saat itu juga ia dapat menerima diri sendiri.
Rogers, dalam bukunya freedom to Learn, ia menunjukkan sejumlah prinsip-prinsip belajar humanistik yang penting, salah satu diantaranya adalah bahwa manusia itu mempunyai kemampuan untuk belajar secara alami.

2. Psikologi Behavioristik
Behaviorisme didasarkan pada prinsip bahwa perilaku manusia yang diinginkan merupakan produk desain bukannya kebetulan. Menurut kaum behavioristik, merupakan suatu ilusi yang mengatakan bahwa manusia memiliki suatu keinginan yang bebas.
Psikologi behaviorisme memaknai psikologi sebagai studi tentang perilaku dan sistem ini telah mendapat dukungan kuat dalam perkembangannya di abad 20 Amerika Serikat. Dalam pandangannya, perilaku yang dapat diamati dan dikuantifikasi memiliki maknanya sendiri, bukan hanya berfungsi sebagai perwujudan peristiwa-peristiwa mental yang mendasarinya.[7]John B. Watson (1878-1958) adalah perintis psikologi behavioristik yang utama dan B. F. Skinner (1904-1990) adalah promotor terkenalnya. Watson terlebih dahulu mengklaim bahwa perilaku manusia terdiri dari stimulisasi spesifik yang muncul dalam respon-respon tertentu. Sebagian, ia mendasarkan bahwa pada konsepsi barunya terhadap pembelajaran pada pengalaman klasik yang dilaksanakan oleh psikolog Rusia Ivan Pavlov (1984-1936).[8]
Teori-teori Belajar dari Psikologi Behavioristik
Teori belajar behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gagne dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Teori ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran yang di kenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. [9]
Beberapa teori belajar dari psikologi behavioristik dikemukakan oleh para psikolog behavioristik. Mereka sering menyebutnya dengan “Contemporary behaviorists” atau juga disebut “S-R psychologists.” Mereka berpendapat, bahwa tingkah laku manusia itu dikendalikan oleh ganjaran (Reward)atau penguatan (Reinforcement) dari lingkungan. Dengan demikian, dalam tingkah laku belajar terdapat jalinan yang erat antara reaksi-reaksi behavioral dengan stimulasinya.

C. Psikologi Konstruktivistik
Berbeda dengan behaviorisme, Konstruktivisme memfokuskan pada proses-proses pembelajaran bukannya pada perilaku belajar. Sejak pertengahan tahun 1980-an, para peneliti telah berusaha untuk mengidentifikasi bagaimana para siswa mengkonstruksi/membentuk pemahaman mereka terhadap bahan yang mereka pelajari menurut konstruktivisme, melalui proses kognitif.
Para siswa menciptakan atau membentuk pengetahuan mereka sendiri melalui tingkatan dan interaksi dengan dunia. Pendekatan konstruktivis sosial juga mempertimbangkan konteks sosial yang di dalamnya pembelajaran muncul dan menekankan pentingnya interaksi sosial dan negosiasi dalam pembelajaran.berkenaan dengan praktek kelas, pendekatan-pendekatan konstruktivis mendukung kurikulum dan pengajaran student-centered. Siswa adalah kunci pembelajaran.
Jadi, tidak seperti kaum behavioris yang mengkonsentrasikan diri pada perilaku yang dapat diobservasi secara langsung. Kaum konstruktivis memfokuskan pada proses-proses dan strategi-strategi mental yang digunakan para siswa untuk belajar. Pemahaman kita tentang pembelajaran telah berkembang sebagai hasil dari kemajuan-kemajuan dalam sains kognitif, studi tentang proses-proses mental yang digunakan siswa dalam berfikir dan mengingat.
Teori-teori psikologis merupakan pandangan-pandangan dunia yang komprehensif yang berfungsi sebagai basis bagi guru dalam pendekatan praktek pengajaran. Orientasi-orientasi pengajaran pada pokoknya berhubungan dengan pemahaman kondisi-kondisi yang diasosiakan dengan pengajaran efektif. Diantara orientasi-orientasi psikologis yang telah mempengaruhi filsafat pengajaran adalah psikologi humanistik, behavioristik, dan konstruktivistik.
Psikologi humanistik menekankan kepada kebebasan personal, pilihan, kepekaan, dan tanggung jawab personal. Psikologi humanisme juga memfokuskan pada prestasi, motivasi, perasaan, tindakan, dan kebutuhan akan umat manusia.
Psikologi Behaviorisme didasarkan pada prinsip bahwa perilaku manusia yang diinginkan merupakan produk desain bukannya kebetulan. Menurut kaum behavioristik, merupakan suatu ilusi yang mengatakan bahwa manusia memiliki suatu keinginan yang bebas.
Psikologi konstruktivistik selalu terfokus pada proses-proses pembelajaran bukannya pada perilaku belajar. Kaum konstruktivistik mempergunakan Proses-proses dan strategi-strategi mental yang digunakan para siswa untuk belajar.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bottom Ad [Post Page]