PENDIDIKAN
ANTROPOLOGI PENDIDIKAN
1. Pengertian
Landasan Antropologi
Antropologi berasal dari
bahasa Yunani, yaitu dari kata ”antrophos” berarti manusia, dan “logos” berarti
ilmu. Antropologi mempelajari manusia sebagai makhluk biologis sekaligus
makhluk sosial. Antropologi memiliki dua sisi holistik dimana meneliti manusia
pada tiap waktu dan tiap dimensi kemanusiaannya. Arus utama inilah yang secara
tradisional memisahkan antropologi dari disiplin ilmu kemanusiaan lainnya yang
menekankan pada perbanding atau perbedaan budaya antar manusia. Walaupun begitu
sisi ini banyak diperdebatkan dan manjadi kontroversi sehingga metode
antropologi sekarang sering kali dilakukan pada pemusatan penelitian pada
penduduk yang merupakan masyarakat tunggal, tunggal dalam arti kesatuan
masyarakat yang tinggal daerah yang sama.
Antropologi adalah salah satu
cabang ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari tentang budaya masyarakat suatu
etnis tertentu. Antropologi lahir atau muncul berawal dari ketertarikan
orang-orang Eropa yang melihat ciri-ciri fisik, adat istiadat, budaya yang
berbeda dari apa yang dikenal di Eropa. Terbentuklah ilmu antropologi dengan
melalui beberapa fase.
Antropologi secara garis
besar dipecah menjadi 2 bagian yaitu antropologi fisik/biologi
dan antropologi budaya. Tetapi dalam pecahan antropologi budaya,
terpecah – pecah lagi menjadi banyak sehingga menjadi spesialisasi –
spesialisasi, termasuk antropologi pendidikan. Seperti halnya
kajian antropologi pada umumnya antropologi pendidikan berusaha
menyusun generalisasi yang bermanfaat tentang manusia dan perilakunya dalam
rangka memperoleh pengertian yang lengkap tentang keanekaragaman manusia
khususnya dalam dunia pendidikan.
https://bahrurrosyididuraisy.wordpress.com/research/antropologi-pendidikan/
2. PERAN ANTROPOLOGI PENDIDIKAN DALAM
MENGEMBANGKAN KURIKULUM UNTUK MENGHASILKAN PENDIDIKAN YANG BERMUTU
A. Pengertian
i.
Pendidikan
Pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran atau pelatihan agar peserta didik secara aktif dapat mengembangkan
potensi dirinya supaya memiliki kekuatan spiritual keagamaan, emosional,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan
yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
ii. Antropologi
Pendidikan
Antropologi
adalah studi ilmiah manusia dan banyak budaya yang berbeda-beda. Antropologi pendidikan adalah cara memeriksa sistem
pendidikan dari sudut pandang antropolog budaya.
iii. Kurikulum
Dalam
perspektif kebijakan pendidikab nasional sebagaimana dapat dilihat dalam
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 menyatakan bahwa:
“Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan
bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”
B. Pendidikan Bermutu
Pendidikan
bermutu adalah pendidikan yang dapat mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa. Serta mengembangkan potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada tuhan yang maha esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab. pendidikan yang mengandung tiga proses, yaitu
mendengarkan, memperhatikan, dan melakukan.
C. Strategi Peningkatan Pendidikan
Bermutu
Misi guru
dalam melaksanakan pendidikan berubah dari menciptakan lulusan hanya untuk dunia
industri menjadi lulusan yang siap untuk menghadapi pekerjaan yang mengutamakan
kemampuan berpikir tingkat tinggi. Hal ini berarti bahwa guru diharuskan mampu
untuk mempersiapkan seluruh siswa agar memiliki kemampuan berpikir yang
meliputi kemampuan menemukan masalah, menemukan, mengintegrasikan, dan
mensintesis informasi, menciptakan solusi baru, dan menciptakan kemampuan siswa
dalam hal belajar mandiri dan bekerja dalam kelompok.
Selama ini
para peserta didik dalam belajar selalu disuapi dan diharuskan untuk menghapal
pelajaran tanpa diberi kesempatan untuk mengembangkan kemampuan dalam dirinya.
Keterpurukan pendidikan bangsa kita saat ini masih dapat diperbaiki dengan
berbagai macam cara yang tentunya harus ada dukungan positif dari berbagai
pihak. Baik itu dari pihak yang paling kecil sampai ke pihak yang lebih besar,
seperti keluarga, lingkungan sekitar sampai dukungan dari pemerintah. Beberapa
contoh peningkatan kualitas pendidikan diantaranya adalah:
1. Membangun
Sinergi Antar Pelajaran (integrated-curriculum)
Proses
penanaman nilai-nilai akhlak atau budi pekerti di sekolah dasar hingga sekolah
menengah akan berjalan efektif jika ada korelasitas (saling berhubungan),
koneksitas (saling menyapa) dan hubungan sinergis antara pendidikan agama
dengan mata pelajaran lainnya. Ini berarti nilai-nilai akhlak atau budi pekerti
tidak harus dibingkai dalam wadah pelajaran Pendidikan Agama maupun PPKn, namun
dapat juga diintegrasikan ke dalam mata pelajaran lain seperti Bahasa
Indonesia, kesenian, olah raga dan lain-lain dengan penekanan, ruang lingkup
dan muatan yang lebih mendalam.
2. Mencengah
Dampak Negatif
TV swasta
sangat diharapkan akan memberikan pencerahan budaya sekaligus pencerdasan
melalui sajian informasi yang disampaikan secara tajam, objektif, dan akurat.
Namun tak dapat diingkari kehadiran beberapa TV swasta baru semakin mempertajam
tingkat kompetisi bisnis pertelevisian di Indonesia. Sebagai konsekuensinya,
para awak TV swasta yang ada, baik pemain lama atau baru harus memutar otak
untuk memilih strategi jitu dalam menggaet pemirsa. Logikanya, jika mereka
berhasil merebut simpati penonton secara luas maka sejumlah iklan akan masuk.
Yang menjadi
keprihatinan kita, ternyata sebagian TV swasta memiliki strategi yang kurang
tepat untuk menggaet penonton, diantaranya lewat eksploitasi setidak-tidaknya
tampak dalam tiga hal. Pertama, dalam pemilihan judul sinetron remaja sering
kali kelihatan terlalu vulgar, menantang, mengandung unsur pornografi. Kedua,
pemilihan aktris yang kebanyakan anak-anak dan remaja belia. Ketiga, jenis
peran yang dilakoninnya kurang berakar pada budaya pergaulan masyarakat
Indonesia dan bahkan kadang kurang sesuai dengan tingkat kematangan psikologis
dan umur pemerannya.
D. Kurikulum dalam Budaya
Masa Kini
Budaya
sekolah memiliki bentuk-bentuk budaya tertentu dan salah satunya adalah bentuk
budaya guru yang menggambarkan tentang karakeristik pola-pola hubungan guru di
sekolah. Hargreaves (1992) telah mengidentifikasi lima bentuk budaya guru,
yaitu :
1.
Individualism. Budaya dalam bentuk ini ditandai dengan adanya sebagian
besar guru bekerja secara sendiri-sendiri (soliter), mereka menjadi tersisolasi
dalam ruang kelasnya, dan hanya sedikit kolaborasi, sehingga kesempatan
pengembangan profesi melalui diskusi atau sharing dengan yang lain menjadi
sangat terbatas.
2.
Balkanization. Bentuk budaya yang kedua ini ditandai dengan adanya
sub-sub kelompok secara terpisah yang cenderung saling bersaing dan lebih
mementingkan kelompoknya daripada mementingkan sekolah secara keseluruhan.
Misalnya, hadirnya kelompok guru senior dan guru junior atau kelompok-kelompok
guru berdasarkan mata pelajaran. Pada budaya ini, komunikasi jarang terjadi dan
kurang adanya kesinambungan dalam memantau perkembangan perilaku siswa, bahkan
cenderung mengabaikannya
3.
Contrived Collegiality. Bentuk budaya yang ketiga ini sudah terjadi
kolaborasi yang ditentukan oleh manajemen, misalnya menentukan prosedur
perencanaan bersama, konsultasi dan pengambilan keputusan, serta pandangan
tentang hasil-hasil yang diharapkan. Bentuk budaya ini sangat bermanfaat untuk
masa-masa awal dalam membangun hubungan kolaboratif para guru. Kendati
demikian, pada buaya ini belum bisa menjamin ketercapaian hasil, karena untuk
membangun budaya kolaboratif memang tidak bisa melalui paksaan.
4.
Collaboration. Pada budaya inilah guru dapat memilih secara bebas dan
saling mendukung dengan didasari saling percaya dan keterbukaan. Dalam budaya
kolaboratif terdapat saling keterpaduan (intermixing) antara kehidupan pribadi
dengan tugas-tugas profesional, saling menghargai, dan adanya toleransi atas
perbedaan. Moving Mosaic. Pada model ini sekolah sudah menunjukkan
karakteristik seperti apa yang disampaikan oleh Senge (1990) tentang “learning
organisation”. Para guru sangat fleksibel dan adaptif, semua guru mengambil peran,
bekerja secara kolaboratif dan reflektif, serta memiliki komitmen untuk
melakukan perbaikan secara berkesinambungan.
E. Kurikulum untuk Suatu Kebudayaan
yang Berubah
Kurikulum
tidak dapat berubah terlalu banyak, karena perubahan yang terlalu radikal akan
melemahkan hubungan antara berbagai kelompok umur yang dididik dengan mata
kajian/mata pelajaran yang berbeda. Sekarang satu dari kekuatan utama yang
mendorong perubahan kebudayaan dan selanjutnya mendorong perubahan kurikulum
adalah sain dan penggunaannya dalam teknologi. Sekolah sekarang mesti mendidik
siswa-siswanya sehingga mereka dapat menyesuaikan diri terhadap
kejadian-kejadian di masa depan yang tidak dapat diramalkan yang pasti akan
terjadi dalam masa hidup meraka. Sebagaimana dikatakan Margaret Mead, ”Tidak
seorangpun akan menjalani semua kehidupannya di dunia seperti waktu ia
dilahirkan, dan tidak seorangpun akan mati di dunia seperti waktu ia bekerja
ketika ia dewasa”.
1. Kurikulum Menurut Kaum
Progresif
Para pendidik progresif mempertahankan
bahwa untuk menyesuaikan pendidikan dengan umum dan khusus kepada kebudayaan
masa kini. Dari pendidikan umum siswa-siswa harus mendapatkan latihan
intelektual dan pengetahuan dasar yang diperlukan mereka umtuk mengerti keadaan
sekarang dan perubahan-perubahan masa depan. Dari kurikulum umum, dia harus
memperoleh hirarki nilai-nilai, tidak absolut tetapi agak terbuka terhadap
revisi-revisi, berdasarkan hirarki ini dia akan dapat memutuskan apakah akan
menerima baik, menyetujui, atau menolak perubahan tertentu. Umpamanya, dia
harus membentuk standarnya sendiri tentang moralitas umum dan pribadinya
sendiri. Jika kedua jenis kurikulum berhubungan dengan kebudayaan masa kini,
tapi dari titik pandang yang berbeda, siswa-siswa akan belajar bagaimana
menilai berbagai situasi budaya pada waktu bersamaan sehingga dia belajar
teknik-teknik bagaimana mengambil keputusan.
Usul golongan progresif ialah dengan menggunakan pendekatan sekolah dasar yang lebih umum sampai ke tingkat lanjutan melalui penggunaan kurikulum inti dalam pendidikan umum. Theodore Brameld, telah mengusulkan, bahwa kurikulum harus difokuskan kepada hubungan-hubungan manusia dalam tiga bidang budaya yaitu yang pertama famili, sex, dan hubungan orang demi orang. Yang kedua, agama, kelas, kasta, dan kelompok-kelompok status, dan yang ketiga, kawasan daerah, bangsa-bangsa dan sistem-sistem dan keseluruhan kebudayaan. Jika sebuah program harus lebih terintegrasi daripada kurikulum akademis tradisional, program tersebut harus memadukan elemen-elemen yang beragam dalam bentuk konfigurasi yang luas dari kebudayaan.
2. Kurikulum
Menurut Kaum Konservatif
Para pendidik konservatif
mempertahankan bahwa dalam masa-masa perubahan yanag cepat pendidikan harus
bertindak sebagai kekuatan yang menstabilkan. Menurut kaum konservatif,
kekacauan yang ada dalam kebudayaan kita tidak dapat menjadi alasan untuk
membingungkan anak-anak. Makin cepat tingkat perubahan, anak-anak semakin
memerlukan sejumlah pengetahuan dan prinsip-prinsip yang secara radikal tidak
perlu berubah, betapa banyakpun dia ditambah atau disaring.
Menyelaraskan anak terhadap
perubahan dengan menggunakan sebuah fokus pada masalah-masalah masa kini
mempunyai kelemahan–kelemahan antara lain hal tersebut bersifat selektis,
menguntungkan kurikulum pada keadaan kebudayaan dan bukan para prinsip-prinsip
bagi menentukan apa yang berharga dipelajari dari kebudayaan. Akhirnya dengan
menjadikan sekolah sebagai ”sebuah forum bagi diskusi isu-isu masa kini”,
sekolah akan membuka dirinya bagi tekanan-tekanan kelompok-kelompok kepentingan
yang bersaingan.
Fungsi sekolah yang sebenarnya adalah untuk menolong orang muda untuk sementara berdiri terpisah dari sebuah komplek masalah ketika ia menganalisanya dan menyusun strategi untuk menghadapi berbagai elemen-elemennya. Mereka membagi-bagi masalah hidup yang ada menjadi problem-problem yang terpisah-pisah yang dapat diselesaikan oleh metode-metode khusus yang tepat. Pengikut konservatif percaya bahwa pendidikan harus melalui tahap-tahap yang berbeda.
F. Pengaruh Antropologi Pendidikan
terhadap Pendidikan yang Bermutu
Mutu dan
relevansi pendidikan memang masalah terbesar pendidikan indonesia. Lamanya
waktu belajar tidak serta merta akan membuat seseorang memahami apa yang telah
dipelajarinya.
Manusia
merupakan makhluk yang sangat kreatif dalam segala hal dan memiliki pemikiran
serta tingkah laku yang senantiasa dilakukan dalam rangka mencapai tujuan yang
diinginkannya. Oleh karena itu, antropologi manusia atau kebiasaan
manusia yang baik akan sangat memberikan pengaruh yang positif terhadap
peningkatan mutu pendidikan di Indonesia khususnya.
G. KESIMPULAN
Tujuan
pendidikan sejati tidaklah hanya mengisi ruang-ruang imajinasi dan intelektual
anak, mengasah kepekaan sosialnya, ataupun memperkenalkan mereka pada aspek
kecerdasan emosi, tapi lebih kepada mempersiapkan mereka untuk mengenal Tuhan
dan sesama untuk pencapaian yang lebih besar bagi kekekalan.
Berhasil
tidaknya pelaksanaan kurikulum sangat bergantung pada guru, sebab di tangan
gurulah kompetensi minimal yang telah ditetapkan harus dijabarkan ke dalam
bentuk silabus dan bahan ajar. Kurikulum yang dilaksanakan di sekolah
berpengaruh pada intelegensi siswanya, jadi apabila kurikulum di suatu lembaga
pendidikan sesuai dengan keadaan siswa, lingkungan sekitar dan segala aspek
yang terkait, maka minimal siswa-siswanya akan menjadi lebih kritis dalam
menghadapi suatu masalah dan pendidikan di sekolah tersebut juga akan lebih
bermutu.
Peran
antropologi dalam mengembangkan kurikulum untuk menghasilkan pendidikan yang
bermutu seperti misalnya di dalam keluarga anak diajarkan atau dijelaskan
ketika ingin pergi hendaknya bersalaman atau izin terlebih dahulu dengan
orangtua, disini peran antropologi sudah terlihat dengan memberikan penjelasan
tentang kebiasaan yang positif kepada anak. Disekolah dalam pelajaran agama
seorang guru mengajarkan kepada siswanya tentang sopan santun terhadap orangtua
salah satu contohnya yaitu bersalaman dengan orangtua ketika ingin berangkat
sekolah. Di kehidupan sehari-hari anak sudah mulai terbiasa bersalaman dan
meminta izin ketika ia ingin pergi. Disini terlihat pendidikan yang bermutu
yaitu mendengarkan, memperhatikan, dan melakukan.
http://ignarest.blogspot.co.id/2012/03/peran-antropologi-pendidikan-dalam.html
A.Hubungan Antara
Sosiologi Pendidikan Dan Antropologi Pendidikan
Objek kajian
sosiologi adalah masyarakat, dan kita juga tahu masyarakat pasti
berkebudayaan,namun perlu diingat antara masyarakat dan kebudayaan tidak
sama,namun memiliki hubungan yang erat.Dalam hal ini masyarakat menjadi kajian
pokok sosiologi,dan kebudayaan menjadi kajian pokok antropologi.
Hal ini
disebabkan hubungan erat antara masyarakat dan kebudayaan dan masyarakat
diibaratkan semut dan lebah masyarakat,tetapi tidak berkebudayaan,sehingga
dapat ditarik kesimpulan bahwa masyarakat lebih mendasar dan merupakan tanah
dimana kebudayaan itu tumbuh.Kebudayaan selalu bertumbuh atau bercorak sesuai
dengan masyarakatnya.
Masyarakat
berhubungan dengan susunan dan proses hubungan antara manusia dan
golongan,kebudayaan berhubungan dengan isi corak dengan hubungan yang
ada.Karena itu,keduanya baik masyarakat dan kebudayaan penting bagi sosiologi
dan antropologi.Hanya saja,penekanan antara keduanya berbeda.
Kedua
spesialisasi ini sering digabungkan menjadi satu bagian.Adapun bidang yang
menjadi bahan kajian meliputi hal-hal berikut :
1.Sejarah terjadinya dan
perkembangan manusia sebagai makhluk biologis.
2.Sejarah terjadinya berbagai
bahasa manusia diseluruh dunia dan penyebaranya.
3.Maslah terjadinya persebaran dan
perkembangan berbagai kehidupan diseluruh dunia.
4.Masalah dasar kebudayaan dalam
kehidupan manusia dari suku-suku bangsa yang tersebar dimuka bumi sampai
sekarang.
Sedangkan antropolog
memandang bahwa manusia itu figur yang hidup ada pada lingkungan,serta figur
yang cendrung melawan lingkungan,ia selalu berbeda dalam lingkungan sebagai
variabel abadi,bisa diprediksi hanya dalam batas manusia itu sendiri,mudah
diketahui hanya dalam sebuah seri virtual tanpa batas.
\
Imran Manan,Definisi
Sosio- Antropologi Pendidikan,yang diambil dari artikel, http://Izamzami.multiply.com/reviews/item/s
Sementara itu,
sosiolog lebih menilai manusia secara
objektif,tidak melibatkan perasaan dan reaksinya.Antropologi budaya seringkali
memusatkan perhatian untuk memahami manusia melalui perasaan dan
reaksinya,manusia sebagai lazimnya manusia,bukan sebagai objek.
Adapun persamaan antara sosiologi
dan antropologi,yaitu sama-sama bertujuan untuk mencapai pengertian tentang
azas-azas hidup masyarakat dan manusia pada umumnya.Sedangkan perbedaanya
sebagai berikut :
1.Asal mula dan sejarah
perkembanganya yang berbeda.
2.Perbedaan pengkhususan pokok dan
penelitian.
3.Memiliki metode dan masalah yang
khusus.
a.Hubungan antar manusia di dalam
sekolah
Lingkup ini lebih condong menganlisis struktur sosial di dalam sekolah yang memiliki karakter berbeda dengan sosial didalam masyarakat luar sekolah, antara lain yaitu :
Lingkup ini lebih condong menganlisis struktur sosial di dalam sekolah yang memiliki karakter berbeda dengan sosial didalam masyarakat luar sekolah, antara lain yaitu :
a. Hakekat kebudayaan sekolah sejauh ada perbedaanya dengan kebudayaan
diluar sekolah.
b. Pola interaksi sosial dan struktur masyarakat sekolah
b. Pola interaksi sosial dan struktur masyarakat sekolah
b.Pengaruh sekolah terhadap perilaku dan
keperibadian semua pihak disekolah / lembaga pendidikan.
a. Peranan sosial guru-guru / tenaga pendidikan
b. Hakikat kepribadian guru
c. Pengaruh kepribadian guru terhadap kelakuan anak atau peserta didik
d. Fungsi sekolah atau lembaga pendidikan dalam sosialisasi murid / peserta didik.
a. Peranan sosial guru-guru / tenaga pendidikan
b. Hakikat kepribadian guru
c. Pengaruh kepribadian guru terhadap kelakuan anak atau peserta didik
d. Fungsi sekolah atau lembaga pendidikan dalam sosialisasi murid / peserta didik.
c.Lembaga pendidikan dalam masyarakat
Disini dianalisis pola-pola interaksi antara sekolah / lembaga pendidikan dengan kelompok sosial lainnya dalam masyarakat disekitaranya sekolah / lembaga pendidikan.
Disini dianalisis pola-pola interaksi antara sekolah / lembaga pendidikan dengan kelompok sosial lainnya dalam masyarakat disekitaranya sekolah / lembaga pendidikan.
Imran Manan,Definisi
Sosio- Antropologi Pendidikan,yang diambil dari artikel, http://Izamzami.multiply.com/reviews/item/s
Hal yang termasuk dalam wilayah itu
antara lain yaitu :
a. Pengaruh masyarakat atas organisasi sekolah / lembaga pendidikan.
b. Analisa proses pendidikan yang terdapat dalam sistem-sistem sosial dalam masyarakat luar sekolah
c. Hubungan antara sekolah dan masyarakat dalam pelaksanaan pendidikan.
a. Pengaruh masyarakat atas organisasi sekolah / lembaga pendidikan.
b. Analisa proses pendidikan yang terdapat dalam sistem-sistem sosial dalam masyarakat luar sekolah
c. Hubungan antara sekolah dan masyarakat dalam pelaksanaan pendidikan.
B. Peranan Sosiologi Antropologi
Terhadap Dunia Pendidikan
Dalam pengertian sederhana, sosiologi antropologi pendidikan analisis-analisis ilmiah tentang proses interaksi sosial yang terkait dengan aktivitas pendididkan baik dari lingkup keluarga, kehidupan sosial masyarakat. Sehingga dari sini bisa didapat sebuah gambaran bawa membedah tubuh pendidikan kita menjadi perlu untuk dibahas agar proses-proses pengajaran tidak bisa kearah yang kurang relevan dengan kebutuhan bangsa.
Dalam pengertian sederhana, sosiologi antropologi pendidikan analisis-analisis ilmiah tentang proses interaksi sosial yang terkait dengan aktivitas pendididkan baik dari lingkup keluarga, kehidupan sosial masyarakat. Sehingga dari sini bisa didapat sebuah gambaran bawa membedah tubuh pendidikan kita menjadi perlu untuk dibahas agar proses-proses pengajaran tidak bisa kearah yang kurang relevan dengan kebutuhan bangsa.
Disini lain, jika perhatian kita
tertuju pada lembaran sejarah perkembangan pendidikan masyarakat Indonesia.
Produk kemajuan sosial, meningkatnya tarap hidup rakyat, akselerasi
perkembangan itu pengetahuan dan penerapan inovasi teknologi merupakan bagian
dari prestasi gemilang hasil jerih payah lembaga pendidikan kita alam upaya
memajukan kehidupan bengsa Indonesia.
a. Sekolah Sebagai Organisasi
Tempo dulu masyarakat sederhana belum mengenal lembaga-lembaga resmi yang mengatur penyaluran kebutuhan-kebutuhan hidup mereka. Contohnya masyarakat Indian yang tidak perlu meminta bantuan lembaga sekolah untuk mengajarkan kepandaian memanah kepada generasi penerusnya. Bagi mereka cukup dengan uluran tangan dari para ayah dan saudara taunya maka bisa dipastikan hampir seluruh remaja-remaja muda mampu menguasai teknik memanah dari tingkat dasar sampai kategori mahir. (Herton dan Hunt, 1999). Seiring dengan bergulirnya roda sejarah kehidupan, maka prestasi pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh manusia semakin menjadi kompleks. Sehingga pada fase inilah konsep pengetahuan dan kemampuan-kemampuan gemilangnya telah menjadi penentu arah kehidupan dimasa yang akan datang.
Tempo dulu masyarakat sederhana belum mengenal lembaga-lembaga resmi yang mengatur penyaluran kebutuhan-kebutuhan hidup mereka. Contohnya masyarakat Indian yang tidak perlu meminta bantuan lembaga sekolah untuk mengajarkan kepandaian memanah kepada generasi penerusnya. Bagi mereka cukup dengan uluran tangan dari para ayah dan saudara taunya maka bisa dipastikan hampir seluruh remaja-remaja muda mampu menguasai teknik memanah dari tingkat dasar sampai kategori mahir. (Herton dan Hunt, 1999). Seiring dengan bergulirnya roda sejarah kehidupan, maka prestasi pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh manusia semakin menjadi kompleks. Sehingga pada fase inilah konsep pengetahuan dan kemampuan-kemampuan gemilangnya telah menjadi penentu arah kehidupan dimasa yang akan datang.
Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi Jakarta,
Rineke Cipta, 2009.
b. Kelas Sebagai Suatu Sistem
Sosial
\ Dari sudut sosiologi beberapa pendekatan telah digunakan sebagai alat analisa untuk mengamati proses-proses yang terjadi diruang kelas.Dimulai dari pengamatan person yang mengetengahkan argumentasi ilmiahnya tentang kelas sebagai suatu sistem sosial. Berkatian dengan fungsi sekolah maka kelas merupakan kepanjangan dari proses sosialisasi anak dilingkungan keluarga maupun masyarakat.
\ Dari sudut sosiologi beberapa pendekatan telah digunakan sebagai alat analisa untuk mengamati proses-proses yang terjadi diruang kelas.Dimulai dari pengamatan person yang mengetengahkan argumentasi ilmiahnya tentang kelas sebagai suatu sistem sosial. Berkatian dengan fungsi sekolah maka kelas merupakan kepanjangan dari proses sosialisasi anak dilingkungan keluarga maupun masyarakat.
c. Lingkungan Eksternal Sekolah
Kita tahu bahwa sekolah bernaung dalam suatu wilayah eksternal yang dihuni oleh kumpulan manusia bernama masyarakat gejala timbal balik baik dari sekolah kepada masyarakat merupakan sebaiknya merupakan realitas keseharian yang akan selalu terjadi. Keberadaan sekolah dilingkungan masyarakat kota akan jelas mempengaruhi orientasi pendidikan tersebut dibanding dengan sekolah yang terletak dilereng gunung. Baik dari segi kualitas peserta didik, maupun kompleksitas kegiatan yang terjual pada kegiatan-kegiatan akademik disekolah. Tentunya tidak mungkin sekolah yang berada dilereng gunung mengembangkan ektrakulikuler yang luar biasa padat dan wajib, diikuti oleh seluruh siswa.
Kita tahu bahwa sekolah bernaung dalam suatu wilayah eksternal yang dihuni oleh kumpulan manusia bernama masyarakat gejala timbal balik baik dari sekolah kepada masyarakat merupakan sebaiknya merupakan realitas keseharian yang akan selalu terjadi. Keberadaan sekolah dilingkungan masyarakat kota akan jelas mempengaruhi orientasi pendidikan tersebut dibanding dengan sekolah yang terletak dilereng gunung. Baik dari segi kualitas peserta didik, maupun kompleksitas kegiatan yang terjual pada kegiatan-kegiatan akademik disekolah. Tentunya tidak mungkin sekolah yang berada dilereng gunung mengembangkan ektrakulikuler yang luar biasa padat dan wajib, diikuti oleh seluruh siswa.
d. Siklus Belajar Individu
Di Masyarakat
Secara singkat pendidikan merupakan produk dari masyarakat, karena apabila kita sadari dari pendidikan sebagai proses tranmisi pengetahuan, sikap, kepercayaan, keterampilan dan aspek-aspek kelakuan lainnya kepada generasi muda maka seluruh upaya tersebut dilakukan sepenuhnya oleh kekuatan-kekuatan masyarakat. Hampir segala sesuatu yang kita pelajari merupakan hasil hubungan kita dengan orang lain baik dirumah, sekolah, tempat permainan, pekerjaan dan sebaginya. Wajar pula apabila segala sesuatu yang yang kita ketahui adalah hasil hubungan timbal balik yang ternyata sudah sedemikian rupa dibentuk oleh masyarakat kita.Bagi masyarakat sendiri hakekat pendidikan sangat bermanfaat bagi kelangsungan dan proses kemajuan hidupnya. Maka kepada anggota mudanya harus diteruskan nilai-nilai pengetahuan, keterampilan dan bentuk tata perilaku lainnya yang diharapkan akan dimiliki oleh setiap anggota masyarakat dengan demikian pendidikan dapat diartikan sebagai proses sosialisasi.
Secara singkat pendidikan merupakan produk dari masyarakat, karena apabila kita sadari dari pendidikan sebagai proses tranmisi pengetahuan, sikap, kepercayaan, keterampilan dan aspek-aspek kelakuan lainnya kepada generasi muda maka seluruh upaya tersebut dilakukan sepenuhnya oleh kekuatan-kekuatan masyarakat. Hampir segala sesuatu yang kita pelajari merupakan hasil hubungan kita dengan orang lain baik dirumah, sekolah, tempat permainan, pekerjaan dan sebaginya. Wajar pula apabila segala sesuatu yang yang kita ketahui adalah hasil hubungan timbal balik yang ternyata sudah sedemikian rupa dibentuk oleh masyarakat kita.Bagi masyarakat sendiri hakekat pendidikan sangat bermanfaat bagi kelangsungan dan proses kemajuan hidupnya. Maka kepada anggota mudanya harus diteruskan nilai-nilai pengetahuan, keterampilan dan bentuk tata perilaku lainnya yang diharapkan akan dimiliki oleh setiap anggota masyarakat dengan demikian pendidikan dapat diartikan sebagai proses sosialisasi.
Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi
Jakarta, Rineke Cipta, 2009.
C.PENUTUP
Kesimpulan
Sosiologi antropologi pendidikan memandang masalah-masalah pendidikan
dari sudut totalitas lingkup sosial kebudayan, politik dan ekonomi bagi
masyarakat, apabila psikologi pendidikan memandang gejala pendidikan dari
konteks perilaku dan perkembangan pribadi, maka sosiologi antropologi
pendidikan memandang gejala pendidikan sebagai bagian dari struktur sosial masyarakat.
Objek penelitian sosiologi antropoogi pendidikan adalah tingkah laku
sosial, yaitu tingkah laku manusia dan institusi sosial yang terkait dengan
pendidikan baik dari lingkup keluarga, kehidupan sosial masyarakat sehingga
dari sini bisa didapat sebuah gambaran bahwa membedah tubuh pendidikan kita
menjadi perlu untuk dibahas agar proses-proses pengajaran tidak bisa kearah
yang kurang relevan dengan kebutuhan bangsa.
FILSAFAT
PENDIDIKAN DALAM KAJIAN PSIKOLOGI
Orientasi psikologi yang mempengaruhi filsafat
pendidikan diantaranya ada tiga hal, yakni psikologi humanistik,
behaviouristik, dan konstruktivistik.Pendekatan empiris berdasarkan pengkajian
asosiasi dalam psikologi behavioristik yang secara umum mengikuti pendapat para
filsuf inggris dan juga konsep locke tentang kepasifan mental yang bermakna
bahwa isi pikiran bergantung pada lingkungan.
Psikologi
humanistik merupakan suatu pendekatan multifaset terhadap pengalaman dan
tingkah laku manusia yang memusatkan perhatian pada keunikan dan aktualisasi
diri manusia. Sedangkan, Psikologi konstruktivistik selalu terfokus pada
proses-proses pembelajaran bukannya pada perilaku belajar. Kaum
konstruktivistik mempergunakan Proses-proses dan strategi-strategi mental yang
digunakan para siswa untuk belajar.
Teori-teori
psikologis merupakan pandangan-pandangan dunia yang komprehensif yang berfungsi
sebagai basis bagi guru dalam pendekatan praktek pengajaran. Orientasi-orientasi
pengajaran pada pokoknya berhubungan dengan pemahaman kondisi-kondisi yang
diasosiakan dengan pengajaran efektif. Dengan kata lain, apa yang memotivasi
siswa untuk belajar,dan Lingkungan-lingkungan apa yang kondusif untuk belajar.
Diantara orientasi-orientasi psikologis yang telah mempengaruhi filsafat
pengajaran adalah psikologi humanistik, behavioristik, dan konstruktivistik.
1. Psikologi Humanistik
Humanistik
adalah alliran dalam psikologi yang muncul pada tahun 1950, sebagai reaksi
terhadap behaviourisme dan psikoanalisis. Aliran ini secara eksplisit
memberikan perhatian pada dimensi manusia dari psikologi dan konteks manusia
dalam pengembangan teori psikologis. Pendekatan humanistik ini mempunyai akar
pada pemikiran eksistensialisme dengan tokoh-tokohnya seperti Kierkegaard,
Nietzsche, Heidegger, dan Sartre.
Psikologi
humanistik menekankan kepada kebebasan personal, pilihan, kepekaan, dan
tanggung jawab personal. Psikologi humanisme juga memfokuskan pada prestasi,
motivasi, perasaan, tindakan, dan kebutuhan akan umat manusia. Tujuan
pendidikan, menurut orientasi ini, adalah aktualisasi diri individual.
Psikologi humanistik dapat
dimengerti dari tiga ciri utama, yaitu :
1.
Psikologi humanistik menawarkan satu nilai yang baru sebagai pendekatan untuk
memahami sifat dan keadaan manusia
2.
Psikologi humanistik menawarkan pengetahuan yang luas akan kaedah penyelidikan
dalam bidang tingkah laku manusia
3.
psikologi humanistik menawarkan metode yang lebih luas akan kaedah-kaedah yang
lebih efektif dalam pelaksanaan psikoterapi.
Teori-teori belajar dari Psikologi Humanistik
Orientasi
perhatian psikologi humanistik yang terutama tertuju pada masalah bagaimana
tiap-tiap individu dipengaruhi dan dibimbing oleh maksud-maksud pribadi yang
mereka hubungkan kepada pengalaman-pengalaman mereka sendiri. Tujuan utama
pendidik ialah membantu siswa untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu
masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang
unik dan membantunya dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada pada diri mereka
sendiri.
Tokoh-tokoh
pencetus dalam aliran humanistik antara lain : Combs, Maslov, dan Rogers.
Berikut beberapa pandangan mereka mengenai teori belajar psikologi humanistik.
Combs menyatakan apabila kita ingin memahami perilaku orang, maka kita harus
mencoba memahami dunia persepsi orang itu. Selanjutnya Combs mengatakan bahwa
perilaku buruk itu sesungguhnya tak lain hanyalah dari ketidakmauan seseorang
untuk melakukan sesuatu yang tidak akan memberikan kepuasan baginya.
Maslov
menyatakan bahwa teori belajar psikologi humanistik didasarkan atas asumsi
bahwa di dalam diri kita ada dua hal, yakni :
1.
Suatu usaha yang positif untuk berkembang
2.
Kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan itu. Pada diri masing-masing
orang mempunyai berbagai perasaan takut seperti rasa takut untuk berusaha atau
berkembang, takut untuk mengambil kesempatan, takut membahayakan apa yang sudah
ia miliki dan sebagainya. Tetapi mendorong untuk maju ke arah keutuhan,
keunikan diri, ke arah berfungsinyasemua kemampuan, ke arah kepercayaan diri
menghadapi dunia luar dan pada saat itu juga ia dapat menerima diri sendiri.
Rogers,
dalam bukunya freedom to Learn, ia menunjukkan sejumlah prinsip-prinsip belajar
humanistik yang penting, salah satu diantaranya adalah bahwa manusia itu
mempunyai kemampuan untuk belajar secara alami.
2. Psikologi Behavioristik
Behaviorisme
didasarkan pada prinsip bahwa perilaku manusia yang diinginkan merupakan produk
desain bukannya kebetulan. Menurut kaum behavioristik, merupakan suatu ilusi
yang mengatakan bahwa manusia memiliki suatu keinginan yang bebas.
Psikologi
behaviorisme memaknai psikologi sebagai studi tentang perilaku dan sistem ini
telah mendapat dukungan kuat dalam perkembangannya di abad 20 Amerika Serikat.
Dalam pandangannya, perilaku yang dapat diamati dan dikuantifikasi memiliki
maknanya sendiri, bukan hanya berfungsi sebagai perwujudan peristiwa-peristiwa
mental yang mendasarinya.[7]John B. Watson (1878-1958) adalah perintis
psikologi behavioristik yang utama dan B. F. Skinner (1904-1990) adalah
promotor terkenalnya. Watson terlebih dahulu mengklaim bahwa perilaku manusia
terdiri dari stimulisasi spesifik yang muncul dalam respon-respon tertentu.
Sebagian, ia mendasarkan bahwa pada konsepsi barunya terhadap pembelajaran pada
pengalaman klasik yang dilaksanakan oleh psikolog Rusia Ivan Pavlov
(1984-1936).[8]
Teori-teori Belajar dari Psikologi Behavioristik
Teori
belajar behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gagne dan
Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Teori
ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap
arah pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran yang di kenal
sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku
yang tampak sebagai hasil belajar. [9]
Beberapa
teori belajar dari psikologi behavioristik dikemukakan oleh para psikolog
behavioristik. Mereka sering menyebutnya dengan “Contemporary behaviorists”
atau juga disebut “S-R psychologists.” Mereka berpendapat, bahwa tingkah laku
manusia itu dikendalikan oleh ganjaran (Reward)atau penguatan (Reinforcement)
dari lingkungan. Dengan demikian, dalam tingkah laku belajar terdapat jalinan
yang erat antara reaksi-reaksi behavioral dengan stimulasinya.
C. Psikologi Konstruktivistik
C. Psikologi Konstruktivistik
Berbeda
dengan behaviorisme, Konstruktivisme memfokuskan pada proses-proses
pembelajaran bukannya pada perilaku belajar. Sejak pertengahan tahun 1980-an,
para peneliti telah berusaha untuk mengidentifikasi bagaimana para siswa
mengkonstruksi/membentuk pemahaman mereka terhadap bahan yang mereka pelajari
menurut konstruktivisme, melalui proses kognitif.
Para
siswa menciptakan atau membentuk pengetahuan mereka sendiri melalui tingkatan
dan interaksi dengan dunia. Pendekatan konstruktivis sosial juga
mempertimbangkan konteks sosial yang di dalamnya pembelajaran muncul dan
menekankan pentingnya interaksi sosial dan negosiasi dalam
pembelajaran.berkenaan dengan praktek kelas, pendekatan-pendekatan konstruktivis
mendukung kurikulum dan pengajaran student-centered. Siswa adalah kunci
pembelajaran.
Jadi,
tidak seperti kaum behavioris yang mengkonsentrasikan diri pada perilaku yang
dapat diobservasi secara langsung. Kaum konstruktivis memfokuskan pada proses-proses
dan strategi-strategi mental yang digunakan para siswa untuk belajar. Pemahaman
kita tentang pembelajaran telah berkembang sebagai hasil dari kemajuan-kemajuan
dalam sains kognitif, studi tentang proses-proses mental yang digunakan siswa
dalam berfikir dan mengingat.
Teori-teori
psikologis merupakan pandangan-pandangan dunia yang komprehensif yang berfungsi
sebagai basis bagi guru dalam pendekatan praktek pengajaran.
Orientasi-orientasi pengajaran pada pokoknya berhubungan dengan pemahaman
kondisi-kondisi yang diasosiakan dengan pengajaran efektif. Diantara
orientasi-orientasi psikologis yang telah mempengaruhi filsafat pengajaran
adalah psikologi humanistik, behavioristik, dan konstruktivistik.
Psikologi
humanistik menekankan kepada kebebasan personal, pilihan, kepekaan, dan
tanggung jawab personal. Psikologi humanisme juga memfokuskan pada prestasi,
motivasi, perasaan, tindakan, dan kebutuhan akan umat manusia.
Psikologi
Behaviorisme didasarkan pada prinsip bahwa perilaku manusia yang diinginkan merupakan
produk desain bukannya kebetulan. Menurut kaum behavioristik, merupakan suatu
ilusi yang mengatakan bahwa manusia memiliki suatu keinginan yang bebas.
Psikologi
konstruktivistik selalu terfokus pada proses-proses pembelajaran bukannya pada
perilaku belajar. Kaum konstruktivistik mempergunakan Proses-proses dan
strategi-strategi mental yang digunakan para siswa untuk belajar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar